Image and video hosting by TinyPicImage and video hosting by TinyPic Image and video hosting by TinyPic Image and video hosting by TinyPic Image and video hosting by TinyPicImage and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic

Kamis, 28 Desember 2017

Secuil Flashback Peristiwa Politik Partai Golkar di Tahun 2017




BERITA - Sebentar lagi akhir dari Tahun 2017. Ada peristiwa yang menyeret Ketua DPR RI dan Ketua Umum DPP Partai Golongan Karya (Golkar) Setya Novanto lengser dari dua jabatan tersebut. Peristiwa ini menjadi puncak kegaduhan di ranah politik Indonesia. Berbagai polemik dan tanggapan terjadi. Puncak dari kegaduhan kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) memaksa  Ketua DPR Setya Novanto harus berakhir mengerikan. Dikatakan mengerikan, karena upaya menarik ulur waktu pemeriksaan oleh petugas KPK itu pun diakhiri dengan kecelakaan mobil yang menimpa Setya Novanto akibat menabrak tiang listrik.
Padahal Setya Novanto yang sebelumnya tergolong lihai berkelit dengan seabrak alasan kesehatan, akhirnya resmi menghuni sel di rumah tahanan (Rutan) KPK di Kompleks Gedung Merah, Kawasan Kuningan Jakarta Selatan pada Sabtu (19/11/2017). Derita Novanto pun belum berakhir meski sudah ditahan KPK atas kasus e-KTP. Lagi-lagi Novanto harus menghadapi tuntutan para kadernya di DPR dan DPP Partai Golkar. Meskin dalam kondisi demikian, Setya Novanto masih dianggap kuat dalam berganining posisi sebagai pimpinan di DPR dan Ketua Umum Golkar. Dari balik jeruji besi KPK, pria yang akrab disapa Setnov itu mengeluarkan jurus sakti. Pelor itu bernama "Surat Penunjukan" kepada Fraksi Golkar dan pimpinan DPR pada awal Desember 2017. Rupanya Setnov mencoba menggunakan jurus sakti guna mengamankan kursi Ketua DPR. Dua peluru sakti atas nama surat penunjukan, salah satunya berisi penunjukan Novanto terhadap sebagai Ketua DPR kepada Aziz Syamsudin agar menggantikannya sebagai Ketua DPR pasa dirinya sedang menghadapi kasus hukum oleh e-KTP.
Lagi-lagi sangat disayangkan. Strategi tersebut tak berhasil. Hasil rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR tidak sepakat jika Aziz ditunjuk menjadi pengganti Setya Novanto. Rapat Bamus lalu menyetujui persetujuan pengunduran diri Novanto. Hasil ini pun dibacakan lewat paripurna. Diketahui, dalam rapat Bamus itu disepakati Wakil Ketua DPR bidang Polkam Fadli Zon sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketua DPR menggantikan Setya Novanto. Namun, perlu dicatat, Plt tidak berlaku hingga 2019, tapi hanya sekedar mengisi posisi kosong yang ditinggalkan Setya Novanto.
Sekarang giliran jabatan Ketua Umum DPP Partai Golkar yang disandang Novanto pun terpaksa terlepas dari mantan Ketua Fraksi Golkar DPR RI itu. Proses praperadilan yang gugur karena persidangan materi perkara dimulai dengan pembacaan dakwaan terhadap Novanto menjadi pemicunya. Mantan calon Ketum Golkar di Munaslub Bali 2016, Airlangga Hartarto pun ketiban rejeki. Dengan langkah seribu, Airlangga melakukan manuver politik pengalihan kepemimpinan Golkar dari Setnov ke dirinya. Mengawali negosisasi dengan bersama 31 DPD I Golkar menemui Jokowi di Istana Presiden Bogor. Dan gayungpun bersambut. Jalan menuju kursi Ketua Umum Partai Golkar kian mulus. Airlangga kembali mendapat dukungan 34 DPD I serta DPD II Golkar serta sesepu partai Golkar, untuk menggelar Rapimnas dan Munaslub di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, 18-20 Desember 2017.
Presiden Jokowi-Wapres Jusuf Kalla, Presiden RI ketiga Habibie, Presiden kelima, Megawati, mantan wapres Try Sutrisno serta negarawan lain hadir saat pembukaan Munaslub. Pada 20 Desember Airlangga Hartarto resmi dikukuhkan menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 2017-2019 menggantikan Setya Novanto. Terpilihnya Airlangga Hartarto disebut mendapat restu dari istana? Hal ini bisa mungkin, karena segala keputusan masih erat kaitannya dengan kedudukan Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian. Pemerintahan Jokowi-JK masih membutuhkan tenaga dan konsep pembangunan dunia industri di negeri ini. Faktor keberuntungan Airlangga juga bisa jadi muncul dari opini publik utamanya suara dukungan 34 DPD tingkat I terhadap mantan anggota DPR tersebut.
Airlangga bisa dibilang pawang macan tidur. Mengapa? Karena sejumlah kader Golkar sekelas Bambang Soesatyo (Bamsoet), Bu De Titiek Soeharto, Aziz Syamsuddin, dan beberapa kader senior yang sebelumnya garang, bersikukuh maju sebagai caketum DPP Golkar tiba-tiba melunak dan mempasrahkan niatnya dengan berbagai pertimbaganan "demi keutuhan" Partai Golkar dan menyongsong tahun politik 2018 (Pilkada Serentak II) dan 2019 (Pileg dan Pilpres). Jelas, situasi itu akan memperpanjang nafas masalah internal Partai Gokar. Kini, salah satu pekerjaan rumah bagi Airlangga sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar adalah "Revitalisasi pengurus DPP" yang dinilai sebagai solusi Golkar untuk menghadapi agenda tahun politik. Target Airlangga menghasilkan 110 kursi DPR Pusat dari Partai Golkar di Pileg 2019 memang menggiurkan.

Namun tidak muda bagi Golkar untuk meraih bahkan memenangkan Pemilu Legislatif 2019, sementara luka yang digali sejumlah anggota DPR dan Pejabat Kepala Daerah dari kader parpol tersebut membuat para masyarakat pemilihnya bakal enggan memberikan suaranya, dengan salah satu alasan adalah “KORUPSI”. 

Rabu, 20 Desember 2017

Dinamika Politik Golkar

GOLKAR - Di penghujung 2017, Partai Golkar mendominasi isu politik dalam negeri. Bergulir mulai dari proses hukum dugaan korupsi yang menimpa Setya Novanto hingga sampai ke Munaslub. Golkar pun menghiasi berbagai gerai berita hingga ke media luar negeri. Maklum, Golkar adalah salah satu partai besar di Indonesia. Setya Novanto adalah Ketua Umum Golkar dan juga Ketua DPR RI. Dua jabatan strategis dalam dunia politik Indonesia itu pun kin melayang dari genggamannya. Saat ini Golkar sedang bergulat dengan pembenahan internalnya. Berikut adalah perjalanan Golkar dalam politik Indonesia: #Mulanya Sekber. Angkatan Darat mendirikan Sekber Golkar (Sekretariat Bersama Golongan Karya), pada masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno, tepatnya 1964. Tujuannya untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia. #Peserta Pemilu. Dalam perkembangannya, Sekber Golkar berubah wujud menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu. #Pendatang Baru. Pertama mengikuti Pemilu 1971--pemilu pertama pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto--Golongan Karya langsung tampil sebagai pemenang.
 #Menang Terus. Kemenangan pada Pemilu 1971 terus berulang pada pemilu berikutnya, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
 #Faktor Soeharto. Analisis politik menunjukkan bahwa kemenangan Golkar pada masa itu karena pemerintahan Soeharto membuat kebijakan-kebijakan yang sangat mendukung kemenangan Golkar. #Menjadi Partai. Setelah pemerintahan Soeharto berakhir dan reformasi bergulir, Golkar berubah menjadi Partai Golkar.
 #Pemilu 1999. Ini adalah pemilu pertama bagi Golkar tanpa didukung kebijakan pemerintah seperti di era Orde Baru. Pada Pemilu 1999 yang diselenggarakan Presiden BJ Habibie, Partai Golkar berada di peringkat kedua setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). #Akbar Tanjung. Pada Pemilu 2004, Golkar yang tanpa kekuatan pemerintah mampu bangkit lagi. Partai Golkar menjadi pemenang Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2014. Di sinilah melahirkan tokoh legenda Golkar setelah Soeharto, yaitu Akbar Tandjung. #Golkar Menurun. Pada Pemilu 2009, perolehan suara dan kursi menempatkannya pada posisi kedua. Golkar belum bisa bangkit pada 2014 dan tetap pada posisi kedua.
 #Dua Matahari. Pada akhir 2014 terjadi kekisruhan internal yang cukup tajam. Muncul dualisme Golkar dengan ketua umum Aburizal Bakrie hasil munas Bali dan Agung Laksono hasil munas Jakarta. Mereka berseteru hingga ke pengadilan.
 #Rekonsiliasi Golkar. Mantan Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla yang menjabat wakil presiden memimpin pertemuan rekonsiliasi pada pada pertengahan tahun 2016. Dualisme kepemimpinan berakhir pada 17 Mei 2016 setelah Setya Novanto terpilih sebagai ketua umum DPP Partai Golkar.
 #Setya Novanto. Partai Golkar kembali gonjang-ganjing setelah Setya Novanto diterpa masalah dugaan korupsi pada November 2017. Lalu ia mundur dari jabatan ketua DPR dan juga ketua umum Partai Golkar. Musyawarah internal Golkar menunjuk Airlangga Hartarto menjadi ketua umum Golkar. Ia adalah seorang menteri dalam Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo.

EKSPERIMEN POLITIK KETUA UMUM GOLKAR BARU

Ketika berpidato dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar, Airlangga Hartarto yang menjadi nahkoda baru partai berlambang pohon beringin itu mencanangkan salah satu target politik partainya, yakni memperoleh suara pemilihan umum legislatif 2019 sebanyak 16 persen. Angka itu merupakan peningkatan sebanyak 1,25 persen dibandingkan perolehan suara yang diraih Partai Golkar pada pemilihan umum legislatif pada 2014. Target yang dicanangkan putera menteri perindustrian di era Presiden Soeharto itu tampaknya tak terlalu ambisius. Angka target itu juga masih di bawah suara perolehan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang mencapai 18,95 persen. Dalam komposisi jumlah kursi yang dimiliki parpol di DPR hasil pemilu 2014, posisi Partai Golkar di bawah PDIP yang menempati peringkat pertama. Cukup menarik bahwa Airlangga tak hendak memperlihatkan ambisi berlebihan, misalnya dengan menargetkan angka 20 persen dalam pemilihan legislatif 2019. Airlangga tampaknya menyadari bahwa mengalahkan PDIP dalam perolehan kursi di DPR bukan misi yang realistis apalagi dalam tiga tahun terakhir Partai Golkar justru memperlihatkan citra yang tak sedap karena sejumlah kadernya hingga ketua umumnya terlibat dalam berbagai skandal korupsi. Dengan demikian, jika Partai Golkar bisa mempertahankan posisinya sebagai parpol di peringkat kedua, seperti perolehan suaranya pada 2019, ditambah dengan kenaikan 1,25 persen, maka hal itu sudah berkah yang pantas disyukuri. Pertanyaannya: Dengan strategi politik macam apakah dan bagaimana Airlangga mencapai target yang dicanangkannya itu? Jawaban atas pertanyaan itu tentunya, jika Airlangga konsisten, tak bertolak belakang dengan visinya tentang Partai Golkar harus menjadi parpol bersih dari korupsi. Artinya, sejak dia memimpin parpol yang dibangun lewat berbagai faksi kekuatan sosial itu, semua kader di bawahnya harus mengejahwantakan visinya dalam praktik berpolitik. Ini bukan pekerjaan seperti membalikkan telapak tangan. Namun, Airlangga perlu mencobanya sebagai eksperimen politik yang tak mustahil untuk berhasil. Publik tahu bahwa biaya politik di negeri ini begitu tinggi. Negara memberi sumbangan ke parpol dengan jumlah atau nilai rupiah yang tak signifikan. Akibatnya, biaya politik ditanggung oleh kader, baik yang sedang berkompetisi dalam pemilihan legislatif maupun dalam pemilihan kepala daerah. Partai politik perlu dana besar untuk menjalankan roda organisasi. Dewan pimpinan pusat memperoleh pemasukan seringkali dengan melakukan kapitalisasi nomor urut calon legislatif. Semakin besar caleg itu sanggup memberikan sumbangan finansial kepada parpol, semakin tinggi pula peluangnya untuk ditempatkan pada urutan tertinggi. Berkantong tebal berpeluang Dengan mekanisme seperti itu, caleg-caleg yang berkantong tebal, yang paling berkemampuan membayar sumbangan tertinggilah yang berpeluang menjadi politisi di Senayan. Itu gambaran umum dalam kompetisi internal parpol. Tapi dalam pertarungan antarparpol, setiap parpol juga membuka peluang bagi tokoh ternama, selebritas untuk diberi tempat tanpa membayar mahar politik. Nama Jalaluddin Rakhmat yang tenar di Jawa Barat, misalnya. Dia digaet PDIP pada pemilihan legislatif 2014 dan akhirnya menjadi legislator karena publik di Jawa Barat begitu percaya pada integritasnya. Selebihnya, nama-nama pelawak, artis senetron, penyanyi dipilih publik karena masyarakat tak percaya pada politisi pesaing para pesohor itu. Apa yang akan dilakukan Airlangga dalam konstelasi politik yang sarat dengan politik finansial? Apakah dia akan melanjutkan tradisi menjalankan roda organisasi parpol sebagaimana lazimnya seperti yang dijalankan para pendahulunya? Airlangga yang terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar tanpa pesaing merupakan awal yang bagus. Tak banyak ongkos politik yang harus dia keluarkan, yang tentu akan berbeda jika dia harus bertarung dalam kompetisi dengan kader lain yang kuat secara finansial. Publik bisa membayangkan apa yang akan terjadi seandainya dia harus bersaing dengan kader Golkar yang kekayaan dan karakternya sederajat dengan Setya Novanto, mantan bos Golkar yang kini didakwa sebagai koruptor senilai triliunan rupiah. Dalam hitungan paling lama sebulan ini, Airlangga diberi amanat untuk memilih pengurus yang mendampinginya selama memimpin Partai Golkar. Jika merujuk pada visinya tentang Golkar yang bersih, pilihan yang rasional harus didasarkan pada kapabilitas dan integritas. Sayangnya, dalam politik, konsistensi sering terlanggar demi menjaga harmoni demi kompromi-kompromi. Partai Golkar sebagai partai terbesar kedua, dengan perolehan kursi yang signifikan di lembaga legislatif pusat maupun daerah, sesungguhnya cukup prospektif untuk dikapitalisasi. Tentu, Airlangga diharapkan tak memilih jalan kapitalisasi kursi legislatif demi visinya tentang Partai Golkar yang bersih. Dalam Munaslub yang mengukuhkan Airlangga sebagai nahkoda Golkar, ada smboyan politik yang sekaligus jadi tema utama: Golkar, Bersih, Golkar Bangkit, Bangsa Sejahtera. Publik tentu berharap bahwa selama menjalankan mesin partai, Airlangga selalu mengingat dan berjalan sesuai dengan semboyan tersebut. Menyejahterakan rakyat tentu tidak dengan membagi sembako saat pemilu dan dilanjutkan dengan konspirasi koruptif dengan kalangan eksekutif. Yang diharapkan dari kader Golkar yang berhasil menjadi legislator adalah menghasilkan produk hukum yang propublik. Hukum yang menyejahterakan publik pastilah dinikmati semua warga negara bukan cuma warga yang saat pemilu mencoblos kader Golkar. Di sinilah makna Golkar yang tak korup pasti menyejahterakan warga secara keseluruhan.

Jumat, 27 Oktober 2017

Aku Keturunan Perempuan yang Bersih

DARI masa ke masa, perempuan merupakan ibu yang melahirkan anak dan mengasuhnya hingga dewasa. Perempuan juga menjadi istri yang penuh kasih. Tutur katanya menyejukkan jiwa sang suami dam melipur kala lelah sepulang kerja. Perempuan juga bisa menjadi saudara yang turut serta meramaikan rumah, serta merasakan suka-duka hidup keluarga. Perempuan juga seorang putri yang turut mengembirakan ayah bunda, kakek-nenek, dan saudara-saudaranya. Demikianlah perempuan dalam segala dimensi, fungsi dan kodratnya.
Lembaran sejarah perempuan Arab pada zaman Jahiliah begitu kelam. Zaman kegelapan itu sangat merendahkan derajat perempuan. Bahkan, mereka mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka. Nasib suram kaum perempuan saat itu terekam dalam Alquran:
"Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apabila dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu." (QS. An Nahl [16]: 58-59)
Sejarah yang tercoreng itu telah menjadi bagian hidup seorang anak yang kebetulan perempuan. Surah At-Takwir menceritakan, "Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah mereka dikubur?" (At-Takwir : 8-9)
Tetapi, itu terjadi pada sekelompok orang. Mereka bangga melakukannya. Namun, hal itu bukan prinsip umum yang berlaku dominan. Bangsa Arab juga menghormati perempuan. Mereka terkenal sangat pencemburu untuk masalah keselamatan perempuan, dan sangat bijak memperlakukan mereka.
Banyak pula suku-suku bangsa Arab zaman Jahilliah, yang menisbahkan keturunan mereka pada garis ibu. Sebagaimana Rasulullah pernah berkata: "Aku adalah keturunan seorang perempuan awatik yang bersih."
Pernyataan di atas menunjukkan Nabi sangat menjunjung harkat seorang perempuan. Pernyataan bahwa aku adalah keturunan Awatik (kaum perempuan yang menisbahkan pada nama seorang perempuan Atik) menunjukkan bahwa ada sebagian perempuan yang menjadi kebanggaan kaumnya waktu itu.
Bukti lain adalah ketika terjadi perang Dzi Qaar, sebuah kejadian yang paling dahsyat pada zaman Jahiliah. Kejadiannya bermula pada saat Kaisar Persia (Kisra) hendak meminang seorang gadis Arab yang ternyata ditolakkan oleh pembesar Jahiliah. [Chairunnisa Dhiee]
Sumber: Perempuan-perempuan Al-Quran karangan Dr.Abdurrahman Umairah

Senin, 23 Oktober 2017

Golkar Incorporated

🔁

Setidaknya sejak 1998 hingga 2017, sudah ada 7 partai yang merupakan pembelahan Golkar, yaitu PKPI, Partai MKGR, PKPB, Hanura, Gerindra, Nasdem dan Berkarya. Namun apakah partai-partai ini menjadi rival utama Golkar dalam politik? Jawabannya justru tidak, karena setidaknya beberapa partai yang tetap bertahan dalam konstelasi politik tanah air seperti Hanura, Gerindra dan Nasdem memilih berkoalisi dengan Golkar dalam pencalonan Presiden dan Kepala Daerah. Bersama Hanura, Golkar mencalonkan Jusuf Kalla dan Wiranto sebagai pasangan Capres-Cawapres di Pemilu 2009. Bersama Gerindra, Golkar mendukung pencalonan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sebagai pasangan Capres-Cawapres dalam Pemilu 2014, walaupun Prabowo adalah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra dan Hatta Rajasa adalah Ketua Umum DPP PAN.

Dinamika politik yang berkembang hari ini membuat Golkar memutuskan untuk mendukung Pemerintahan Presiden Jokowi bersama Nasdem yang berpisah dari Golkar tahun 2011. Dalam pilkada serentak tahun 2017, Golkar berkoalisi dengan Nasdem, Hanura, Gerindra dan PKPI dalam memenangkan 1 Pemilihan Gubernur Banten, 8 Pemilihan Walikota dan 32 Pemilihan Bupati, dan koalisi terbanyak adalah dengan Partai Nasdem yang merupakan mitra koalisi pendukung pemerintah. Artinya Golkar adalah partai yang dapat bermitra dengan siapapun termasuk dengan partai-partai yang dulu memisahkan diri, selama memiliki agenda bersama dalam pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Partai-partai tersebut dapat diibaratkan anak perusahaan yang berekspansi dari perusahaan induk, sehingga Partai Golkar menjadi semacam Golkar Incorporated.

Namun ada satu realitas subyektif yang tidak bisa dipungkiri menjadi kelemahan partai-partai daripada Golkar Incorporated tersebut, yaitu ketergantungan terhadap figur pendiri partai. PKPI melemah setelah Edi Sudradjat wafat dan Hayono Isman bergabung dengan Partai Demokrat. PKPB yang bergantung pada ketokohan Mbak Tutut hilang dari konstelasi politik. Sementara Hanura, Gerindra dan Nasdem sangat bergantung pada sosok Wiranto, Prabowo dan Surya Paloh. Partai Golkar yang terlatih mengelola kekuasaan selama Orde Baru, memiliki kaderisasi yang jauh lebih baik sehingga mampu melahirkan tokoh-tokoh yang memiliki kemampuan manajerial dan politik. Partai yang memenangkan pemilu sejak 1999 selalu memerlukan tokoh-tokoh Golkar sebagai Menteri, Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi untuk menggolkan pengesahan Undang-Undang dan agenda politik lainnya. Bahkan Ketua BPK yang terakhir, Harry Azhar Aziz merupakan tokoh senior Partai Golkar yang dikenal ahli di bidang ekonomi.

Oleh karena itu, dapat diramalkan bahwa suatu saat partai-partai yang dahulu memisahkan diri dari Golkar, akan kembali bergabung dengan Golkar di masa depan. Realitas subyektif berupa kelemahan kaderisasi di partai-partai Golkar Inc. akan bertemu dengan realitas obyektif bahwa Bangsa Indonesia memiliki tantangan pembangunan, krisis ekonomi global, krisis kesenjangan sosial yang memerlukan kekuatan organisasi yang sanggup melahirkan kepemimpinan tangguh dalam menangani krisis dan sanggup bernafas dalam jangka panjang. Golkar Incorporated di masa depan akan menjadi kekuatan politik besar yang berideologi Pancasila dan UUD 1945 dengan komitmen kuat pada demokrasi dan pembangunan berkeadilan menuju kemakmuran rakyat.

Jika merujuk pada Pancasila yang merupakan falsafah dasar berbangsa dan bernegara serta ideology Partai Golkar, maka agenda besar yang dapat diwujudkan bersama partai-partai Golkar Incorporated untuk masa depan adalah sebagai berikut:
1. Golkar Incorporated adalah partai-partai yang dapat memanifestasikan nilai dan ajaran luhur di dalam agama yang merupakan dasar kehidupan menjadi pedoman di dalam membangun bangsa dan negara.
2. Golkar Incorporated dapat menjadi kekuatan untuk mewujudkan masyarakat yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan yang berakar pada identitas dan kebudayaan Indonesia, tidak semata meniru habis konsep kemanusiaan universal.
3. Golkar Incorporated dapat menjadi kekuatan mewujudkan masyarakat yang menghormati keberagaman agama, suku, bahasa dan aspek kebudayaan lainnya, karena partai-partai Golkar Incorporated berbasis pada kebhinekaan bangsa, tidak berdasar pada agama, suku atau kebudayaan tertentu
4. Golkar Incorporated berpotensi menjadi kekuatan yang memiliki komitmen kuat pada demokrasi yang mengutamakan pada permufakatan, kesepakatan bersama pendiri bangsa, serta mewujudkan prosedur demokrasi yang merepresentasikan kedaulatan rakyat.
5. Golkar Incorporated adalah partai-partai yang memiliki komitmen pada pembangunan yang berkeadilan, pertumbuhan ekonomi inklusif, pembelaan terhadap hak kaum pekerja, petani, nelayan, perempuan, anak-anak, kaum miskin kota dan kelompok terpinggirkan lainnya akibat pembangunan.

Hanief Adrian
Pengamat Politik

Rabu, 18 Oktober 2017

Operasi Politik Dalam Politik Post Politics

Identitas individu kini pada zaman modern mutakhir mengalami pelampauan yang luas, diakibatkan 2 hal :

1) mobilitas manusia yang tanpa batas karena kemajuan informasi dan transportasi,

2) pemaknaan simbol yang sangat maju dikarenakan budaya massa dan kemajuan dunia internet.

Kedua hal itu dihela oleh gagasan budaya dan pasar khas kapitalisme-konsumerisme yang menghablurkan individu sejati menjadi individu yang selalu berubah samar. Sehingga sungguh sulit menemukan kesejatian etnisitas, ideologis dan sosial karena telah buram dengan awan hitam kebudayaan massa kapitalisme mutakhir. Individu dalam demokrasi yang semula menjadi figur pusat dengan asumsi subjek individu adalah penghela utama dari konstruksi sosial dimana ia hidup, dalam kamus dasar demokrasi individu dihargai sebagai self construction (bangunan jati diri), self expression(ekspresi diri) dan self experience(pengalaman diri) yang mengikuti pengertian arketip demos dan cratein; dari rakyat, untuk rakyat oleh rakyat sebagai cerminan aspirasi dan partisipasi kini menghadapi kenyataan yang sama sekali berbeda.

Ilmu pengetahuan yang sangat maju dan luas bertaut dengan industri dan pasar melahirkan beragam turunan praktiknya. Profesi-profesi baru yang tidak pernah ada sebelumnya, bidang-bidang baru yang belum pernah ada sebelumnya yang mampu hidup dan menghidupi sendiri dalam mengantisipasi perubahan-perubahan kecil didalamnya yang kadang sama sekali tidak menyentuh langsung kepada wilayah sosial kemasyarakatan. Individu-individu yang berada di dalamnya menjalin jaringan diantara mereka sendiri dengan bahasa sendiri dan mewujudkan mimpi-mimpi idealnya sendiri.

Menurut penelitian Russel J Dalton di 18 negara maju yang demokratis, sistem demokrasi mengalami penurunan partisipasi yang meluas walaupun warga Negara tetap berkomitmen tinggi terhadap nilai-nilai demokrasi namun sikap skeptik terhadap kelembagaan politik-demokrasi tak berkurang. Hal ini paling tidak ditandai oleh tiga hal;

1) efektifitas lembaga-lembaga politik (parpol, parlemen dan pemerintah) dianggap menurun-tidak mampu

2) ketidaksabaran warga negara terhadap sistem sehingga ingin langsung ikut mengakses keputusan-keputusan politik dengan keahlian mereka sendiri yang tidak dimiliki lembaga-lembaga politik, (Dahrendorf 2000: 311; Dalton 2004)

3) munculnya persoalan-persoalan baru yang lebih banyak dan luas di luar daya antisipasi lembaga-lembaga politik.

Sebagian mengamati hal ini sebagai tahap baru demokrasi; the end of politics (Baumann 1999; Gamble 2000; Furedi 2005), the end of democracy, de-parliamentarization, presidentialization dan post- democratic revolution, post-parliamentary democracy (Benz 1998; Blumenthal 2003; Decker),representative menuju direct democracy" (Dahrendorf 2000: 311), politics of delegation (Thatcher and Stone Sweet 2002,) politics of leadership (Krsnyi 2005).

Kekuatan politik formal di uji oleh kekuatan individu-individu melalui operasi-operasi politik yang di kenal sebagai fenomena post politics, warga yang mengurusi politik tidak dengan cara-cara politik formal melainkan dengan kegiatan-kegiatan mandiri yang maju melalui pengendalian ruang-ruang private yang di perbesar dengan alat-alat komunikasi dan teknologi informasi terbaru membentuk aspirasi dan opini publik yang cepat dan masif menghantam ruang politik formal. Tuntutan dan desakan para pelaku politik individu ini tidak menyentuh hal-hal besar yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak namun masuk pada tuntutan-tuntutan kecil yang tidak terdeteksi oleh para pengambil keputusan formal, misalnya di beberapa negara Eropa tuntutan memperlebar pita besar dalam dunia internet ataupun meminta menghapuskan lisensi-lisensi software.

Partai politik, pelaku politik formal harus bersiap dengan datangnya fenomena post politics ini dimana warga negara peduli dengan politik dengan cara operasi dan pikirannya sendiri sebuah politik gaya baru.

Oleh : Khalid Zabidi

Ketua GOLKAR' dari masa ke masa :


DJUHARTONO  20 Oktober 1964 - Oktober 1965
Sekretariat Bersama Golongan Karya 20 Oktober 1964 memilih Djuhartono sebagai Ketua Pertama

SUPRAPTO SUKOWATI 1965 - 1973
Menjabat sebagai ketua hasil Musyawarah Kerja Nasional (MUKERNAS) 1 Desember 1965

AMIR MOERTONO 1973 - 1983
Jenderal Indonesia selama rezim Orde Baru Soeharto yang menjadi terkenal setelah menjabat sebagai Ketua Golkar dari tahun 1973 hingga tahun 1983.

SOEDHARMONO 1983 - 1988
Sebagai Ketua, Sudharmono banyak melakukan inspeksi keliling cabang Golkar di daerah. Sudharmono juga menggerakan anggota Golkar untuk mendapatkan lebih banyak pemilih Golkar, hasilnya suara Golkar meningkat dari 64% menjadi 72% pada Pemilu 1987

WAHONO 1988 - 1993
Pernah menjabat sebagai Ketua MPR pada masa orde baru dan menjadi Gubernur Jawa Timur periode 1983 - 1988

HARMOKO 1993 - 1998
Sebagai Ketua Umum DPP Golkar, Harmoko dikenal pula sebagai pencetus istilah “Temu Kader". Terakhir, ia menjabat sebagai Ketua DPR/MPR periode 1997-1999

AKBAR TANJUNG 1998 - 2004
Penulis Buku The Golkar Way : Survival Partai Golkar Di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi.
Pernah belajar di Universitas Gadjah Mada dan mendirikan Akbar Tanjung Institute.

JUSUF KALLA 2004 - 2009
Pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di bawah pemerintahan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI yang ke-5), lalu mengundurkan diri sebagai menteri karena maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono

ABURIZAL BAKRIE 2009 -  2016
Sebagai anggota partai Golkar, pernah mencoba untuk menjadi calon presiden partai Golkar pada tahun 2004. Kemudian menjabat sebagai anggota Dewan Penasehat DPP Partai Golkar periode 2004-2009.

SETYA NOVANTO 2016 - sekarang
Pada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar 2016, Setya Novanto mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Golkar. Munaslub akhirnya mengesahkan Setya Novanto secara resmi sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar 2016-2019.

Happy Anniversary Golkar!

#53thGolkar

Golkar akan memasuki usia yang 53 tahun pada 20 Oktober 2017 usia yang sudah tidak muda namun belum juga tua. Sudah saatnya Golkar lakukan refleksi mendasar dan lakukan lompatan transformatif agar menjadi organisasi politik yang dapat mengantisipasi zaman dan mengatasi problematika masa depan.

Politik Indonesia masih terus berada dalam dinamika konsolidasi demokrasi sebuah upaya terus menerus yang dilakukan ibarat mendorong batu ke atas ala Syshipus sang Dewa Yunani, batu menggelinding kembali ke bawah setelah bersusah payah di dorong ke puncak bukit. Ada kemajuan dan pencapaian namun bisa dalam seketika hancur lebur.

Di satu sisi kemajuan konsolidasi demokrasi terjadi dalam pembebasan dan pemberdayaan publik dalam menyuarakan aspirasi dan melakukan kegiatan politik dalam arena medan politik nasional maupun daerah dalam suasana kebebasan. Sisi lainnya kehidupan politik nasional Indonesia begitu kelam dengan kasus-kasus politik dan hukum menerpa keras, yaitu; kolusi, nepotisme dan korupsi makin merajalela.

Golkar harus segera melepaskan diri dari problem kelam politik nasional dan segera berangkat dengan gagasan dan karya nyata baru yang dapat menyelesaikan permasalahan publik Indonesia. Golkar sebagai Partai politik jangan hanya sibuk menyiapkan pemenangan-pemenangan pemilu namun juga harus membuat rencana sistematis rekrutmen dan pengkaderan anggota sebagai investasi politik masa depan.

Golkar harus laksanakan gagasan dan kerja nyata yang sudah di tuliskan dalam Visi Negara Kesejahteraan 2045 antara lain; pertumbuhan ekonomi yang tinggi berkualitas, pengurangan pengangguran, pemerataan pembangunan dan pendapatan, kebijakan fiskal yang inklusif dan akomodatif, pembangunan infrastruktur yang menggerakkan ekonomi real, revitalisasi industri manufaktur, revitalisasi industri pertanian, kehutanan dan perikanan, pengelolaan energi, sumber daya alam dan mineral, mengembangkan perdagangan yang kompetitif, membangun sektor keuangan yang mendukung sektor riil dan meningkatkan kemampuan IPTEK dan Inovasi.