Perhelatan tersebut akan
diselenggarakan di 171 daerah provinsi, kota maupun kabupaten. Pilkada serentak
merupakan wadah untuk meningkatkan demokrasi lokal di Indonesia yang memiliki
tujuan untuk menciptakan penyelenggaraan pemilu yang efisien dan efektif. Hasil
survei dari beberapa lembaga yang mendata tingkat kepuasan dalam melaksanakan Pilkada
Serentak tahun lalu menunjukan, lebih dari separuh responden menyatakan puas
dengan hasil pilkada serentak. Namun, masih ada responden yang menyatakan
sebaliknya. Ketidakpuasaan masyarakat terjadi karena masih adanya permasalahan
penyalahgunaaan kekuasaan oleh pasangan petahana. Lebih jauh, satu dari dua
responden menyatakan mekanisme pilkada telah melahirkan kepala daerah yang
sesuai dengan harapan.
Persiapan Pilkada serentak 2018
dinilai semakin baik oleh mayoritas publik. Namun, publik memberi sejumlah
catatan terkait dengan pelaksanaan proses Pilkada. Pertimbangan rasional
tampaknya menjadi pilihan utama responden untuk Pilkada saat ini. Meskipun
masih ada responden yang menjadikan kesamaan agama sebagai faktor untuk memilih
kepala daerah, proporsi lebih besar menjadikan faktor-faktor lebih rasional
sebagai pertimbangan utama memilih. Dimana ada gula disana pasti ada semut,
merupakan pribahasa yang bisa dijadikan ungkapan dalam Pilkada serentak yang
akan diselenggarakan 2018. Hal tersebut cenderung tepat dalam memberikan
dinamisnya suasana Pilkada karena kemenangan suara merupakan tujuan akhir
sehingga sulit untuk melepaskan anggapan bahwa setiap pihak akan menggunakan
berbagai cara untuk bertarung. Cara-cara tersebut meliputi provokasi,
pengangkatan isu SARA dan potensi munculnya ujaran kebencian. Seperti yang dipaparkan oleh Bawaslu saat merilis
Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilihan Kepala Daerah 2018, Sebanyak tiga
provinsi dinilai memiliki kerawanan paling tinggi. Tiga provinsi yang
dikategorikan tinggi nilai kerawanannya ialah Papua, Maluku, dan Kalimantan
Barat. Provinsi yang masuk kategori kerawanan tinggi memiliki nilai kerawanan
atau indeks antara 3,00 sampai 5,00. Papua memiliki berada di angka 3,41;
Maluku 3,25, dan Kalimantan Barat 3,04. Sementara itu, kerawanan tinggi pada
Pilgub Maluku ditentukan dari dimensi penyelenggara, terutama berkaitan dengan
integritas dan profesionalitas penyelenggara. Adapun, penyebab kerawanan tinggi
pada Pilgub pada dimensi kontestasi, di antaranya karena maraknya politik
identitas, penggunaan isu SARA, dan politisasi birokrasi.
Politik uang ditengarai masih
akan mendominasi pilkada kali ini. Masa tenang adalah masa yang paling rawan
dengan politik uang. Penilaian publik ini sejalan dengan Indeks Kerawanan Pilkada
2018 yang dikeluarkan Bawaslu di mana kerawanan politik uang menempati posisi
tertinggi. Kerawanan politik uang terindikasi pada pemberian uang, barang, dan
jasa secara langsung kepada pemilih. Sementara pada wilayah dengan tipologi
perdesaan dan tertinggal, suap diberikan kepada penyelenggara Pemilu. Modus
politik uang pun kini kian beragam. Selain itu kerawanan jual beli suara dengan
modus melibatkan pedagang atau pemilik toko untuk membagikan sembako kepada
masyarakat yang telah mendapatkan kupon dari tim sukses menjadi ancaman yang
berbahaya. Jual beli suara juga terjadi dengan mengerahkan saksi bayangan
melalui mobilisasi tim relawan di setiap TPS.
Pilkada serentak yang segera
digelar akan kembali menguji kemampuan publik memilih kepala daerah secara
demokratis. Salah satunya terlihat dari pilihan publik yang lebih
menitikberatkan pada pertimbangan rasional ketimbang latar belakang primordial
dari calon pemimpin daerahnya. Pilihan rasional publik itu berkaitan dengan
tugas kepala daerah yang memang harus melayani semua kelompok ketimbang
kepentingan agama atau etnis tertentu. Hal yang patut dicermati dari para calon
kepala daerah adalah publik berharap pelaksanaan pilkada tak hanya jujur dan
adil, tetapi juga mampu menghadirkan pemimpin yang memenuhi kepentingan publik.
Kepala daerah terpilih nantinya terutama diharapkan juga dapat membenahi
layanan publik seperti kesehatan, pendidikan (21,9%), mengeluarkan kebijakan
pro rakyat untuk petani, buruh, pedagang kecil, usaha kecil menengah (18,8%),
memperbaiki infrastruktur (15,6%), visi misi pasangan calon ditepati (12%), dan
memberantas korupsi di kalangan birokrasi (11,9%). Keinginan dari publik
mendapatkan kepala daerah yang melayani masyarakat tentu juga akan sangat
bergantung pada para pemilihnya. Apakah mereka akan dengan mudah tergoda oleh
iming-iming materi, tarikan emosional primordial, atau memperteguh pertimbangan
rasional dalam menentukan pilihannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar